Rabu, 15 Agustus 2018

CerBer GeJe-latihan nulis

Matahari terasa terik saat bayangan yang dibentuknya hanya tinggal beberapa centi meter saja dari benda yang diteranginya, Udara terasa panas, sedangkan angin yang diharapkan dapat mengusir hawa panas tak kunjung berhembus. Juna duduk termenung di bawah naungan satu-satunya pohon klengkeng di sepanjang jalan itu sambil matanya menerawang jauh ke balik awan putih yang bergumpal-gumpal seperti kapas di langit biru yang cerah.

Suara musik dangdut sayup terdengar dari balik tembok rumah berwarna kuning yang berpagarkan jeruji besi mirip penjara yang tinggi. Tak jauh dari tempat Si Juna duduk. Beberapa lelaki paruh baya sedang asyik berbincang sambil mereguk kopi panas yang terhidang di atas meja bambu yang sudah reyot. Seorang gadis muda dengan perut yang sedang hamil besar membawakan sepiring camilan dan ramah menawarkan suguhannya. Sesekali tangan mereka sibuk antara mengambil gorengan bakwan dan mengantarkan sebatang rokok murah ke mulut mereka. Asap rokok mereka seperti kabut di pegunungan saat pagi hari... Aih itu sebuah perumpamaan yang terlalu mewah. Asap rokok yang mengepul dari hidung dan mulut mereka seperti polusi yang keluar dari cerobong asap pabrik-pabrik atau knalpot mobil Isuzu Panther yang ngga lolos uji emisi. Asap haram yang cukup membuat nafas seseorang mendadak bengekan dan cukup untuk membunuh sebuah janin dalam perut ibunya yang turut menghirup udara kotor itu.

Terkadang tawa mereka memecah di antara gerung motor ojek online yang hampir beberapa menit sekali lewat di jalan itu. "Eh hari apa ini, kok mereka ngga melakukan aktifitas lain?", Si Juna bergumam seakan bertanya pada dirinya sendiri.

Para lelaki paruh baya yang berkumpul itu hampir semuanya pengangguran. Mereka adalah mantan karyawan sebuah perusahaan BUMN yang besar di kota sebelah yang beberapa tahun lalu mengalami kebangkrutan. Perusahaan yang dulu bonafid itu berhasil merumahkan hampir separuh lebih dari karyawannya. Dan berperan serta secara aktif dalam memiskinkan masyarakat sekitarnya.

"Heh Juna, ngapain nongkrong disitu sendirian?", sebuah suara yang datang dari sebrang.

Juna menoleh ke arah sumber suara itu  Dilihatnya seorang kakek berjalan dengan tongkat dikempit di kedua ketiaknya. Berjalan perlahan menuju arah berlawanan Juna berdiri dan beranjak dari tempat duduknya. Dia ingat sebentar lagi adzan Dhuhur  Tanpa menunggu lama, Juna mengikuti langkah kakek itu menuju masjid di ujung jalan.

"Istighfar dan taubat... salah satu kunci dari kunci rezki Allah..", Seakan kakek itu tau apa yang mengganggu pikiran Juna.

Pikiran Juna terlempar kembali pada peristiwa beberapa hari lalu, saat dia menerima sepucuk pesan singkat dari perusahaan yang sempat memberikan kesempatan interview padanya. Isinya memohon maaf karena Juna belum masuk kriteria yang diinginkan perusahaan. Sopan sekali memberitahu, biasanya perusahaan lain tak mengabarkan apapun Membuat Juna menunggu panggilan kerja, penuh harap.

Di tahun ke 4 ini dia menganggur Juna mulai kehilangan rasa percaya diri Akankah dia dapat membawa kebahagiaan pada keluarganya yang hidup pas-pasan? Dia ingin istrinya yang sakit-sakitan berhenti bekerja, menjahit pesanan baju-baju orang yang membuat kondisi kesehatannya semakin memburuk.

Seusai shalat, Juna terdiam ditempatnya, duduk bersila dengan kepala tertunduk.Namun seluruh jiwanya seakan terbang menembus lapisan awan Juna mencari Allah Sang Maha Perkasa, pemilik Dunia dan seisinya Juna sibuk meminta... Jalan keluar yang teerbaik atas segala permasalahannya.

"Yaa Rabb... ampunilah aku. Astaghfirullaah wa atuubu ilayhi.."

Bulir bening pun keluar dari pelupuk matanya dan membasahi janggutnya yang tebal.

****