Senin, 23 September 2019

Senyum Ajaib


Kirana dan Laras adalah saudara sepupu. Orang tua mereka merupakan kakak beradik. Mereka sama-sama tinggal di rumah neneknya di desa. Kirana terpaksa tinggal bersama nenek karena tidak ada lagi yang dapat mengasuhnya. Kedua orang tunya meninggal dunia pada suatu kecelakaan lalu lintas. Sedangkan Laras dititipkan oleh kedua orang tuanya karena mereka harus mencari nafkah di kota.

Karena sebaya, Kirana dan Laras bersekolah di tempat yang sama. Mereka pun bahkan berada di kelas yang sama. Namun sayang, meskipun mereka saudara sepupu mereka tidak tampak akrab satu sama lain.

Sifat kedua sepupu ini sangat berbeda. Kirana meskipun anak yatim piatu memiliki sifat yang periang. Dia murah senyum dan senang menolong orang lain. Pekerjaan rumah nenek pun menjadi lebih ringan karena Kirana sering membantu menyapu lantai, membereskan rumah, mencuci piring dan melakukan pekerjaan rumah lainnya sebisa dan semampu yang bisa Kirana lakukan. Kirana pun murah senyum. Setiap bertemu orang, Kirana tak sungkan menyapa mereka dan mengucapkan salam. Tak heran Kirana memiliki banyak teman dan banyak tetangga  yang menyukainya.

Berbeda dengan Kirana, Laras memiliki sifat pemurung. Laras tak mudah tersenyum, wajahnya selalu muram dan cemberut. Jika ada yang mengganggunya, Laras mudah sekali marah dan menghardiknya. Jika nenek meminta tolong bantuannya, Laras melakukannya dengan wajah yang bersungut-sungut. Hampir tak ada orang yang betah berlama-lama bersama Laras. Itulah mengapa Laras sering terlihat sendirian dan tak memiliki teman.

Pada pagi hari Minggu yang cerah, Tiara, Icha dan Fina berkunjung ke rumah. Mereka adalah teman sekelas. Mereka berencana mengajak Kirana dan Laras untuk pergi ke kolam renang milik Bu Wida, guru olah raga mereka yang letaknya di kampong sebelah.

“Assalamu’alaikum Nek.” Ucap mereka berbarengan menyapa nenek yang sedang menyapu halaman.

“Wa’alaikum salam warahmatullaah…wah, pagi-pagi begini kalian sudah bawa ransel dan sepeda masing-masing. Mau kemana?” Tanya nenek.

“Kami mau berenang di kolam renang milik Bu Wida guru olah raga kami. Kirana dan Laras ada Nek?” Jawab Fina.

“Di dekat kolam renang ada warung yang menjual makanan juga Nek. Katanya ada banyak jajanan enak-enak,” Sambung Icha bersemangat.

Nenek tersenyum melihat mata Icha yang berbinar-binar membayangkan makanan.

“Kirana dan Laras sudah siap Nek?” Kata Tiara.

“Sebentar Nenek panggilkan ya,” Kata nenek seraya memasuki rumah dan memanggil cucu-cucu kesayangannya.

Sebentar kemudian Kirana datang dengan wajah riang menyambut teman-teman yang sudah menunggu.

“Teman-teman tunggu sebentar ya, Laras masih menyiapkan perbekalannya,” Seru Kirana.

“Iya, tapi suruh Laras cepetan Na..keburu siang nih. Nanti warung makanannya keburu habis,” Kata Icha cemas.

“Huh dasar Icha, yang dipikirkan cuma makanan saja,” Fina menimpali. Icha hanya tersenyum memikirkan kue serabi yang terkenal enak buatan Mak Jum yang katanya dititipkan juga di warung itu.

 “Laras, udah siap belum? Mau aku bantu?” Kata Kirana.

“Huh, cerewet. Kamu ngga liat aku baru saja melipat baju gantiku? Belum lagi masukin bekal makan siang dan menyiapkan botol minum.” Ujar Laras ketus.

“Baiklah biar aku bantu isi botol minumnya. Kalau sudah selesai melipatnya cepet masukin semua ke ranselmu ya. Supaya teman-teman tidak terlalu lama menunggu kita,” Kirana pun berlalu menuju dapur tuk mengisi botol air minum milik Laras.

“Oya, jangan lupa topi dan dompetmu Laras. Siapa tau kamu mau beli kue serabi juga di warung dekat kolam renang. Katanya enak loh.” Tambahnya.

“Huh…dasar cereweeettt…!” teriak Laras sambil memasang wajah cemberut.

Kirana tak mengambil hati ucapan Laras. Pikiran Kirana sudah melayang membayangkan jajanan enak di warung dan berenang bersama teman-teman di kolam renang milik Bu Wida yang baru saja di buka. Pasti hari ini akan menyenangkan.

Melihat perlakuan Laras pada Kirana, nenek menjadi khawatir pada Laras.

“Laras, Lihat dahimu jadi berkerut, hampir serupa nenek yang telah keriput. Mungkin  itu karena wajahmu selalu terlihat cemberut.” Dielusnya dahi Laras penuh sayang.

“Masa sih Nek? Ah Nenek bohong kan, supaya bikin aku kesal?” Tuduh Laras sambil mendengus sebal.

“Karena nenek sayang kamu, makanya nenek mengingatkan. Laras… senyuman itu ajaib loh. Sebuah senyuman dapat memperbaiki raut wajah seseorang. Yang tadinya muram menjadi lebih ceria. Yang tadinya buruk rupa menjadi cantik jelita.” Lanjut nenek.

“Ah nenek tau apa? Mana ada senyum ajaib?” Bantah Laras. Dia merasa nenek sudah pilih kasih. Nenek memang lebih sayang Kirana ketimbang Laras. Begitu pikirnya.

Laras keluar dari kamar dengan membanting pintu. Nenek hanya mengelus dada.

Di perjalanan, sambil mengayuh sepeda, Kirana, Fina, Icha dan Tiara sesekali mengbrol dan saling bercanda. Hanya Laras yang lebih banyak terdiam. Teman-temannya merasa sungkan untuk bercanda dengan Laras karena sifatnya yang pemarah. Hampir di sepanjang perjalanan Laras memasang wajah cemberut. Bibirnya tampak monyong ke depan beberapa senti. Dia mengayuh sepeda tanpa semangat sehingga sering tertinggal. Terpaksa teman-temannya sering menghentikan sepeda mereka untuk menunggu Laras.

Sebenarnya Laras merasa iri pada Kirana yang selalu dikelilingi banyak teman. Laras bertanya-tanya apa yang membuat orang-orang menyukai Kirana dibandingkan dia. Padahal dari penampilan, Laras merasa baju yang selalu dikenakannya lebih bagus dari baju-baju Kirana. Dan sebagian besar orang-orang pun mengakui kalau Laras memiliki wajah yang lebih cantik dari Kirana. Laras merasa semuanya tidak adil. Tanpa sadar Laras larut dalam lamunannya sendiri dan wajahnya seperti biasa menjadi cemberut dan membuat dahinya sedikit menjadi keriput.

Tanpa sadar Laras tertinggal lagi. Kali ini keempat temannya sudah berbelok arah dan tak terlihat ujung sepedanya.

“Ah, menyebalkan. Mereka meninggalkanku lagi. Ke arah mana tadi mereka pergi?” Gumam Laras kebingungan saat ada dua persimpangan jalan di hadapannya.

Jalanan itu sepi. Hanya ada seorang wanita tua yang sedang duduk di sebuah bangku seorang diri di depan halaman rumahnya. Wanita itu sedari tadi memperhatikan Laras yang berhenti tuk beristirahat tepat di depan pagar rumahnya.

“Hai kamu anak kecil. Sedang apa berdiri di sana? Cepat pergi!” Kata wanita itu kasar.

Laras menjadi kesal dengan perlakuan kasar wanita tua itu. Tapi dia butuh petunjuk darinya agar tak tersesat. Dia pun memberanikan diri bertanya.

“Apakah nenek melihat 4 anak perempuan yang mengayuh sepeda lewat jalan ini?” Tanya Laras.

“Apa peduliku? Dan…Hei, kenapa kamu memanggilku nenek? Kamu tidak lihat usiaku masih muda. Kamu mestinya memanggilku Tante,” Protes wanita itu.

“Maaf…maaf. Habisnya wajah tante terutama di dahi sudah ada banyak keriputnya begitu. Jadi kupikir tante sudah nenek-nenek.” Jawab Laras bersungut-sungut sambil menunjuk dahinya. Laras kesal karena nenek tua ini kasar dan judes banget.

“Apa kamu bilang? Dasar anak kurang sopan santun. Sana pergi, jangan berdiri di depan pagar rumahku!” Usir wanita tua itu.

Laras pun mendorong sepedanya dengan perasaan kesal, marah dan sedih. Tak terima dirinya dimarahi oleh wanita tua itu. Wajahnya memerah hampir menangis.

Setelah melewati rumah wanita tua tadi, Laras bertemu seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar rumah untuk membuang dedaunan kering ke tempat sampah. Dia tersenyum ramah pada Laras dan menyapanya.

“Kenapa sepedamu tidak dikayuh, Dik? Apakah rusak?” Tanya wanita itu penuh perhatian.

“Oh, tidak. Aku hanya kelelahan.” Jawab Laras lemah.

“Ya sudah beristirahatlah di sini dulu. Yuk mari masuk, tante punya minuman segar,” Karena air minum di dalam botol sudah habis dan kehausan, Laras pun mengikuti ajakannya.

Di halaman rumahnya ada sebuah meja dan ada beberapa anak kecil yang sedang bermain di sana.

“Mereka anak dan keponakan Tante yang sedang bermain bersama. Kamu boleh ikut bermain di teras rumah atau menunggu di bangku taman.” Ucap wanita itu. Kemudian tante cantik yang baik hati itu masuk ke dalam rumah.

Tak lama kemudian beliau kembali dengan nampan berisi segelas teh manis dingin dan sepiring kue risol di tangannya dan menghampiri Laras. Lalu mereka saling berkenalan. Tante cantik dan baik hati itu bernama Tante Diana. Laras lalu menceritakan perlakuan kasar dan tidak ramah wanita tua yang dia temui sebelumnya. Eh tapi Laras perhatikan Tante Diana kok mirip dengan wanita tua yang tadi ditemuinya di rumah sebelumnya ya? Laras membatin.

“Atas nama beliau, tolong maafkan dia ya Laras, perempuan yang kamu temui tadi itu Tante Diani, saudara kembar Tante. Dan dia belum jadi nenek lho,” Kata tante Diana sambil tertawa kecil.

Laras terkejut mendengarnya. Meskipun mereka kembar dan mirip tapi jelas-jelas sangat berbeda. Tante Diani terlihat lebih tua dari usia sebenarnya. Wajahnya banyak kerutan terlihat menyeramkan dan tidak ramah seperti nenek sihir di film-film dongeng. Meskipun sama-sama cantik, namun kecantikan itu tertutupi sifat kasar dan wajah cemberutnya.

“Tapi tampilan dan sifat kalian sangat berbeda sekali Tante…” Ucap Laras lirih.

Tante Diana pun tertawa.

“Iya, kamu benar Laras, kami memang sangat berbeda . Tante Diani itu sangat serius sifatnya. Meski demikian tante sayang saudara kembar tante itu. Sedangkan tante ini periang dan lebih sering tersenyum,” Ujar Tante Diana.

“Taukah Laras, kalau senyum itu memiliki keajaiban? Dengan sebuah senyuman, perasaan kita akan terasa lebih baik. Dan sebuah senyuman dapat memperbaiki raut wajah yang suram menjadi ceria. Seyuman itu bisa mendatangkan banyak teman juga lho.” Tambahnya.

“Senyuman juga bikin kita awet muda ya Tante?” Ucap Laras, kali ini dengan ekspresi tersenyum. Tante Diana kembali tertawa.

Laras merasa seperti pernah mendengar nasihat itu. Oh, dia ingat nasihat neneknya tadi pagi. Dia pun tiba-tiba teringat senyuman Kirana yang manis.

Setelah menghabiskan segelas teh manis dingin dan beberapa kue risol, Laras pun pamit untuk melanjutkan perjalanan. Saat keluar dari pagar rumah Tante Diana, keempat temannya sudah terlihat di persimpangan jalan sedang mencari Laras.

Saat melihat Laras, Kirana berteriak, “Laras…akhirnya kami menemukan kamu. Aku pikir kamu tersesat. Aku cemas sekali,” Kirana hampir menangis sambil berlari memeluk Laras.

Kali ini Laras membiarkan Kirana memeluknya.

“Iya, maaf Na. Aku tadi tertinggal jauh dari sepeda kalian,” Jawab Laras sambil tersenyum.

Tiara, Icha dan Fina menatap kedua saudara sepupu itu dengan perasaan haru. Dan baru kali ini mereka melihat Laras tersenyum. Aduh, cantiknyaaaa….

Akhirnya mereka semua melanjutkan perjalanan menuju kolam renang Bu Wida bersama-sama. Kali ini Laras berusaha untuk selalu tersenyum ceria dan berbaur dengan teman-teman lainnya. Ternyata memang benar, senyuman itu ajaib, pikir Laras. Hari itu pun jadi hari yang paling menyenangkan dan paling mengesankan bagi mereka.